Jumat, 30 Maret 2012

fungsi konsumsi dan fungsi tabungan


Fungsi konsumsi dan fungsi tabungan
             Seperti telah dinyatakan sebelum ini,dalam analisis mickro ekonomi yang lebih penting bukanlah melihat konsumsi dan tabungan sesuatu rumah tangga,tetapi melihat kepada konsumsi dan tabungan smua rumah tangga dalam perekonomian.Pengeluaran konsumsi dan smua rumah tangga dalam perekonomian dinamakan,seperti telah dinyatakan sebelum ini, konsumsi agregat dan tabungan semua rumah tangga dalam perekonomian dinamakan tabungan agregat.
            Untuk menunjukan kelakuan rumah tangga dalam perekonomian melakukan konsumsi dan tabungan analisis mikro ekonomi selalu melihat cirri-cirinya dengan menghubungkan kedua variabel tersbut dengan pendapatan nasional.
i.                    Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan diantara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (atau pendapatan disposebel ) perekonomian tersebut.
ii.                  Fungsi tabungan adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan diantara tingkat tabungan rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (atau pendapatan disposebel ) perekonomian tersebu
 Penentu-penentu investasi
         Investasi (penanaman modal )
             Investasi,yang lazim di sebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal  atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.

Funsi investasi
Kurva yang menunjukan perkaitan diantara tingkat-tingkat investasi dan tingkat pendapatan nasional di namakan fungsi investasi.

PENENTU – PENENTU TINGKAT  INVESTASI
       Berbeda yang di lakukan oleh para konsumen ( rumah tangga ) yang membelanjakan bahagian terbesar dari pendapatan mereka untuk membeli barang dan jasa yang mereka butuhkan,penanam- penanam modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi kebutuhan mereka tetapi untuk mencari keuntungan.Dengan demikian banyakny keuntungan yang akan di peroleh besar sekali perananya dalam menentukan tingkat investasi yang akan di lakukan oleh para pengusaha.Disamping oleh harapa di masa depan untuk memperoleh untung,terdapat beberapa factor lain yang akan menemukan tingkat investasi yang akan di lakukan dalam perekonomian . Faktor – factor utama yang menentukan tingkat investasi adalah:
i      Tingkat keuntungan investasi yang di ramalkan akan di peroleh
ii     Tingkat bunga
iii    Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan
iv    Kemajuan teknologi
v     Tingkat pendapatan nasional dan perubahan – perubahannya
vi    keuntungan yang di peroleh dari perusahan- perusahan
Keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian dua sektor


           Yang dimaksud dengan perekonomian dua sektor adalah perekonomian yang terdiri dari sektor rumahtangga dan perusahaan.
Pandangan Keynes yang berpendapat tingkat konsumsi dan tabungan terutama ditentukan oleh tingkat pendapatan rumahtangga.
Dibawah ini diterangkan beberapa factor lain yang mempengaruhi tingkat konsumsi dan tabungan rumahtangga.

1. kekayaan yang telah terkumpul
2. tingkat bunga
3. sikap berhemat
4. keadaan perekonomian
5. distribusi pendapatan
6. tersedia tidaknya dana pensiunan yang mencukupi

macam-macam istihsan


4. MACAM-MACAM ISTIHSAN
a. Istihsan Nash
Istihsan Nash ialah istihsan yang sandarannya adalah nash. Contohnya jual saham
b. Istihsan Dharury
Istihsan al-Dharurah adalah istihsan yang sandarannya adalah darurat. Contohnya : tidak diberlakukannya hukum potong tangan terhadap pencuri,karena pencurian dilakukan secara terpaksa/untuk mempertahankan hidup, seperti yang terjadi pada masa Umar ketika terjadi tahun kelaparan (`amul Maja`ah)
c. Istihsan `Urf Istihsan
Urf, yaitu istihsan yang sandarannya `Urf. Contohnya : Jual beli mu`athah di swalayan
d. Istihsan Qiyasi,adalah istihsan yang sandarannya adalah qiyas Khafi. Dalam istihsan ini seorang ulama meninggalkan qiyas kemudian berpegang kepada qiyas khafi karena ada Illatnya.





DASAR HUKUM ISTIHSAN
Yang berpegang dengan dalil istihsan ialah Madzhab Hanafi, ,menurut mereka istihsan sebenarnya semacam qiyas, yaitu menerangkan qiyas khafi atas qiyas jail atau mengubah hokum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasarkan ketentuan umum kepada ketentuan khusus karena ada suatu kepentingan yang membolehkannya.menurut mereka jika dibolehkan menetapkan hokum berdasarkan qiyas jail atau maslahat mursalah,tentulah melakukan istihsan karena kedua hal itu pada hakikatnya adalah sama, hanya namanya saja yang berlainan.disamping Mazhab hanafi, golongann lain yang menggunakan istihsan ialah sebagian Mazhab Maliki dan sebagian Madzhab Maliki dan sebagian Madzhab hambali.
Yang menentang istihsan dan tidak menjadikannya sebagai dasar hujjah ialah Madzhab Syafi`i. istihsan menurut mereka adalah menetapkan hokum syara` berdasarkan keinginan hawa nafsu.imam syafi`i berkata: “Siapa yang berhujjah dengan istihsan berarti ia telah menetapkan hokum Syara` hanyalah Allah SWT.” Dalam buku risalah Ushuliyah karangan beliau, dinyatakan:”Perumpamaan orang yang melakukan istihsan adalah orang yang melakukan shalat yang menghadap ke suatu arah yang menurut istihsan bahwa arah itu adalah arah Ka`bah, tanpa ada dalil yang diciptakan pembuat syara` untuk menentukan Ka`bah itu.
“Jika diperhatikan alasan-alasan yang dikemukakan kedua pendapat itu serta pengertian istihsan menurut mereka masing-masing. Akan jelas bahwa istihsan menurut pendapat Madzhab hanafi berbeda dari Istihsan menurut pendapat Madzhab Syafi`i. menurut Madzhab hanafi istihsan itu semacam Qiyas, dilakukan karena ada suatu kepentingan, bukan berdasarkan hawa nafsu, sedangkan menurut Madzhab Syafi`i istihsan timbul karena rasa kurang enak,kemudian pindah kepada rasa yang lebih enak. Seandainya istihsan itu diperbincangkan dengan baik,kemudian ditetapkan pengertian yang disepakati, tentulah perbedaan pendapat itu dikurangi.karena itu As-Syathibi menyatakan: “Orang yang menetapkan hokum berdasarkan tidak boleh berdasarkan rasa dan keinginannya semata,akan tetapi haruslah berdasarkan hal-hal yang diketahui bahwa hokum itu sesuai dengan tujuan Allah SWT menciptakan syara` dan sesuai dengan kaidah-kaidah syara` yang umum”. 

kedudukan istihsan sebagai sumber hukum islam


Kedudukan Istihsan sebagai Sumber Hukum Islam
Ada tiga sikap dan pandangan ulama dalam menggunakan istihsan sebagai sumber hukum Islam. Ada yang menolak istihsan sebagai sumber hukum Islam sama sekali. Mereka adalah kelompok ulama yang menafikan qiyas seperti Daud Azh Zhohiry, Mu’tazilah dan sebagian Syi’ah. Ada yang menjadikan istihsan sebagai sumber hukum Islam. Mereka adalah kelompok ulama Hanafiah, khususnya tokoh sentralnya Abu Hanifah. Dan yang lain adalah kelompok yang kadang menggunakan istihsan dan kadang menolaknya seperti Imam Syafi’i.
Secara umum ada dua pendapat ulama dalam hal ini:
1. Ada yang menganggapnya sebagai sumber hukum. Diantara ulama yang beranggapan sebagai sumber hukum adalah Imam Hanafi dan Imam Malik sekalipun ia tidak terlalu membedakan antara istihsan dengan Maslahah Mursalah, sehingga beliau menyatakan bahwa istihsan telah merambah sampai 9/10 ilmu fiqh. Adapun alasan-alasan yang dikemukannya antara lain:
  • Firman Allah swt dalam surat Azzumar ayat 18:
Artinya: ”Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal”. (Q.S Azzumar:18)

  • Sabda Rasul SAW: “Apa yang dilihat kaum muslimin baik maka baik pula disisi Allah.”
  • Ijma’ umat dalam kontek istihsan tentang boleh masuk kepemandian umum, tanpa pembatasan waktu dan penggunaan air serta ongkosnya.
2. Menganggap bukan sebagai sumber hukum. Diantara ulama yang menolaknya sebagai sumber hukum adalah Imam Syafi’i. Dalam bukunya ”Ar Risalah” beliau menyatakan bahwa haram bagi seseorang untuk mengatakan sesuatu atas dasar Istihsan. Karena Istihsan hanyalah talazzuz. Beliau juga berkata ”Barang siapa yang beristihsan sungguh ia telah membuat syariat”. Menurut beliau tidak boleh seorang hakim atau mufti menghukumi atau berfatwa kecuali dengan dalil yang kuat (khobar lazim) yang bersumber dari kitabullah, sunnah, ucapan ulama yang tidak diperdebatkan (ijma’) atau qiyas. Tidak boleh menetapkan hukum/ fatwa dengan Istihsan. Bahkan ada dikalangan Asy Syafi’iyah secara ekstrim mengkafirkan dan membid’ahkan. Adapun alasan mereka yang menolak istihsan sebagai sumber hukum, antara lain:
  • Karena kewajiban seorang muslim adalah mengikuti hukum Allah dan RasulNya atau qiyas yang berlandaskannya. Oleh karena itu hukum yang berasal dari Istihsan adalah produk manusia (wadh’i) yang hanya berdasarkan pertimbangan citra rasa dan kesenangan belaka (Tazawwuq dan Talazzuz)
Allah swt memerintahkan kita untuk kembali kepada nash atau qiyas apabila kita berselisih paham, bukan kepada hawa nafsu. Seperti Firmannya dalam surah an-nisa ayat 59



Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Q.S Annisa ayat:59)
  • Nabi Muhammad saw tidak pernah memberikan fatwa dengan menggunakan Istihsan. Misalnya ketika beliau ditanya tentang seorang laki-laki yang berkata kepada istrinya ”Kamu bagiku mirip punggung ibuku”. Beliau tidak memberikan fatwa bersdasarkan Istihsan. Akan tetapi menunggu hingga turun ayat tentang Zihar beserta kafaratnya dan contoh lainnya. Atas dasar inilah, kita wajib menghindar penggunaan Istihsan tanpa adanya topangan nash.
  • Nabi saw juga tidak memperkanankan sahabat memeberi fatwa atau bersikap berdasarkan istihsan. Seperti pada kasus Usamah yang membunuh musuhnya yang telah mengucapkan kalimat Laa Ila IllaLLah, karena kalimat itu di ucapkan di saat terdesak dan ancaman pedang yang terhunus.
  • Istihsan tidak memiliki batasan yang jelas dan kreteri-kreteian yang bias dijadikan standar untuk membedakan antara haq dan batil, seperti halnya qiyas. Sehingga bisa menimbulkan bias.

Pengaruh pornografi terhadap akhlak siswa


PENGARUH PORNOGRAFI TERHADAP AKHLAK SISWA

            Pengaruh adalah : visualisasi dan verbalisasi melalui media komunikasi atau karya cipta manusia tentang prilaku atau perbuatan laki-laki dan atau perempuan yang eratis atau sesuai dalam keadaan atau memberi kesan telanjang bulat.
            Banyak hal yang terkait dengan katergori pornografi antara lain:
1.      Pakaian merangsang, misalnya : pakaian mini yang menampakkan tubuh bagian atas (dada) dan tubuh bagian bawah
2.      Perbuatan seksual termasuk perbuatan yang mendekati kearah perzinaan. Misalnya : gambar, baik dimedia cetak elektronik (VCD/BF) yang menampilkan adegan-adegan seksual.
3.      Tontonan media elektronik, media cetak yang sering kali menjadi pengaruh negatif pada siswa sehingga banyak prilaku siswa atau penampilan siswa mendekati pornografi
Bahaya pornografi terhadap kesehatan mental siswa
Salah satu perkembangan baru pada usia remaja yang mendapat perhatian kita adalah: melalui timbulnya rasa senang atau ketertarikan pada lawan jenis . bahkan ketertarikan itu tidak hanya sebatas senang memandang atau senang bercengkraman dengan lawan jenis, melainkan juga seiring pertumbuhan fisik yang melaui sempurna dan organ-organ seks, timbuknya keinginan pada remaja untuk melepaskan hasrat seksual.
            Melihat kenyataan yang terjadi, jelas sudah bahwa pornografi amat sangat memberi dampak negati yang dapat menghancurkan kehidupan bangsa dengan banyaknya/merebaknya hal-hal yang terkait dengan pornografi. Maka pemikiran  dan tingkah laku juga turut berubah. Bagaimana mungkin anak-anak remaja khususnya para pelajar sebagai calon-calon generasi masa depan akan memperoleh keberhasilan yang gemilang bila pola fikir mereka di pengaruhi oleh hal-hal yang berbau pornografi , maka yang muncul kemudian adalah : manusia-manusia yang bersifat egois susah diatur senang bertingkah laku yang aneh yang mereka anggap sebagai tindaan dan prilaku yang trendy dan  nodern.
            Pentingnya pembinaan akhlak siswa untuk mengantisipasi pengaruh pornografi tidak terlepas dari bimbingan orang tua dan pendidikan lebih baik. Orang tua merupakan sosok pertama yang berkewajiban mengarahkan anak-anaknya pada jalan yang benar dengan cara menanamkan aqidah dan tauhid yang benar sekaligus mengajarkan aklak yang baik dengan terlebih dahulu memberi contoh pada anak-anaknya.
            Dari pembahasan yang saya tulis maka dapat saya simpulkan sebagai berikut :
1.      Pornografi adalah : penggambaran tingkah laku secara erotis baik melalui tulisa/gambar atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi melalui sarana media, bertentangan dengan kaidah-kaidah agama dan adat istiadat.
2.      Pengaruh siswa terhadap persoalan pornografi ternyata masih rendah karena masih banyak yang menganggap unsur pornografi dengan sesuatu hal yang biasa saja.





[1] Abdurrahman Al-Makafi, Pacaran dalam kacamata islam, Media Da`wah, Jakarta, 2000 halaman 80


pengertian ilmu pengetahuan, agama dan akhlak


  BAB I
Pendahuluan
            Kehadiran agama islam yang dibawa nabi Muhammad SAW. Diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Didalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti seluas-luasnya.
            Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat didalam sumber ajarannya, al-Quran dan hadist, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu,bersikap terbuka, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia, dan sikap-sikap positif lainnya.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Fazlur Rahman sampai pada satu tesis bahwa secara eksplit dasar ajaran Al-quran adalah moral yang memancarkan titik beratnya pada monostoeisme dan keadlian sosial. Tesis ini dapat dilihat misalnya pada ajaran tentang ibadah yang penuh dengan muatan peningkatan keimanan,  ketaqwaan yang diwujudkan dalam akhlak yang mulia.Hubungan keimanan dan ketakwaan dengan akhlak mulia demikian erat.
Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan Jalaluddin Rahmat terhadap Alquran menyimpulkan empat hal yang bertemakan tentang kepeduliannya terhadap masalah sosial . pertama, dalam alquran dan kitab-kitab hadist proporsi terbesar ditujukan pada urusan sosial. Kedua, dalam kenyataan bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), ketiga, bahwa ibadah mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Keempat, bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kefaratnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
Gambaran ajaran Islam yang demikian ideal itu pernah dibuktikan dalam sejarah dan mafaatnya dirasakan oleh seluruh umat manusia didunia.
Namun, kenyataan Islam sekarang menampilkan keadaan yang jauh dari cita ideal tersebut. Ibadah yang dilakukan umat islam seperti salat,puasa, zakat, haji dan sebagainya hanya berhenti pada sebatas membayar kewajiban dan menjadi lambang kesalehan, sedangkan buah dari ibadah yang berdimensi kepedulian sosial sudah kurang tampak. Dikalangan masyarakat telah terjadi kesalahpahaman dalam memahami dan menghayati pesan simbolis keagamaan itu. Akibat dari kesalahpahaman memahami simbol-simbol keagamaan itu, agama lebih dihayati sebagai penyelamatan individu dan bukan sebagai keberkahan sosial secara bersama. Seolah tuhan tidak hadir dalam problematic sosial kita, kendati nama-Nya  semakin rajin disebut dimana-mana. Pesan spiritualitas agama menjadi mandeg. Terkristal dalam kumpulan mitos dan ungkapan simbolis tanpa makna tidak muncul didalam satu kesadaran kritis terhadap situasi actual.
Sekarang mungkin sudah saatnya kita mengembangkan indikasi keberagaman yang agak berbeda dengan yang kita miliki selama ini. Meningkatnya jumlah orang mengunjungi runah-rumah ibadah, berduyun-duyunnya orang pergi haji, dan sering munculnya tokoh-tokoh dalam acara sosial agama, sebenarnya barulah indikasi permukaan saja dalam masyarakat kita. Indikasi semacam ini tidak  menerangkan tentang prilaku keagamaan menjadi pertimbangan utama dalam berfikir maupun bertindak oleh individu maupun sosial.
Pengertian agama dari segi bahasa dapat kita ikuti antara lain uraian yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Manurut satu pendapat, demikian harun Nasution mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dang am = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi secara turun temurun. Hal demikian menunjukkan pada slaah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Selanjutnya ada lagi pendapat  yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa agama berarti tuntunan. Pengertian ini tampak menggambarkan salah satu fungsi agama sebagai tuntutan kehidupan manusia.
Selanjutnya din dalam bahasa semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan,dan kebiasaan. Pengertian ini juga sejalan dengan kandungan agama yang didalamnya terdapat peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi penganut agama yang bersangkutan selanjutnya agama juga menguasai diri seseorang dan membuat tunduk.
BAB II
A.    Pengertian Ilmu Pengetahuan, agama , akhlak
1.      Pengertian ilmu pengetahuan
Sains modern menurut bahasa (etimologi) ialah suatu kepandaian baik yang termasuk jenis kebatinan meupun yang berkenaan dengan keadaan alam, dikelola dengan teknologi mutakhir atau teknologi maju, menurut istilah (terminologi) sanis modern ialah suatu bidang ilmu yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan segala bidang ilmu pengetahuan.1
Menurut M. Hamidullah
            Sains modern adalah kemampuan fakta-fakta  yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain mengenai bidang-bidang tertentu secara modern paradisastra mengartikan sebagai ilmu yang sistematis disusun teratur dalam bidang tertentu yang jelas batasnya, mengenai sasaran, cara kerja dan tujuannya terarah.



2.      Pengertian Akhlak
            Dalam kamus Al-Munjid, khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat akhlak diartikan sebagai ilmu tata krama, ilmu yang berusaha mengenal tingkah laku manusia, memudian memberi nilai kepada perbuatan baik atau buruk sesuai dengan norma-norma dan tata susila.3
Dilihat dari sudut istilah (terminologi), para ahli berbeda pendapat, namun intinya sama yaitu tentang prilaku manusia:
1.      Abdul Hamid mengatakan: Akhlak adalah ilmu tentang keutamaan yang harus dilakukan dengan cara mengikutinya sehingga jiwanya terisi dengan kebaikan. Dan tentang keburukan yang harus dihindarinya sehingga jiwanya kosong (bersih) dari segala bentuk keburukan.
2.      Ibrahim Anis mengatakan Akhlak adalah ilmu yang objeknya membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia dapat disifatkan dengan baik dan buruknya.
3.      Imam Al-gahazali mengatakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
  

B.     Perpaduan ilmu pengetahuan Agama tentang Akhlak
Akhlakul Karimah adalah konsep hidup yang lengkap dan tidak hanya mengatur hubungan antar manusia, alam sekitarnya tetapi juga terhadap penciptanya, Allah menciptakan ilmu pengetahuan bersumber dari Al-quran.
Umat islam diwajibkan oleh Allah untuk menuntut ilmu pengetahuan dunia ataupun Akhirat, kita agama islam adalah agama yang bersandarkan pada ilmu pengetahuan dan amal yang sempurna.
Orang yang berilmu juga berbeda dengan orang yang tidak berilmu (Q.s Azzumar ;9)1 hlm 152 (Q.S Al-Mujadallah ;11)
“menuntut ilmu diwajibkan mulai buaian sampai keliang lahad. Seseorang tanpa ilmu pengetahuan tidaklah berarti apa-apa.
Hubungan dengan akhlak Nabi Muhammad SAW telah berkata “Islam dibangun atas dasar yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, berpuasa, membayar zakat, dan haji.
Jika kepercayaan menuntut ilmu-ilmu ketuhanan (teologi), maka yang lain memerlukan suatu pelajaran ilmu-ilmu keduniawian, karena mengerjakan shalat, pekerjaan ini harus dimuliakan karena kejadian dari gejala (fenomena) alam tertentu yang ditentukan. Ini memerlukan pengetahuan unsur-unsur geografis dan astronomi.
Berpuasa juga memerlukan pengertian gejala alam, sebagaimana terbit fajar dan terbenam matahari, haji mengharuskan alat-alat pengangkutan untuk berjalan ke Makkah, membayar zakat memerlukan pengetahuan matematika dengan kalkulasi pembagian harta yang dimiliki. Sasaran keseluruhan adalah pengetahuan, begitu juga mempelajari Al-quran memerlukan skill, atas dasar itu bagi yang benar-benar mengamalkan ilmunya, ia sudah tergolong orang yang berakhlakul karimah.4                                                                               [1]


KESIMPULAN

-          Ilmu pengetahuan (sains) adalah suatu bidang ilmu yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan segala bidang ilmu pengetahuan
-          Akhlak diartika sebagai ilmu yang berasaha mengenal tingkah laku manusia
-          Agama artinya tidak kacau, agama berarti tuntunan
-          Umat islam diwajibkan Allah untuk menuntut ilmu pengetahuan karena agama islam adalah agama yang bersandar pada ilmu pengetahuan dan amal yang sempurna.









DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Dr.M. Yatimin Studi Akhlak. Dalam perspektif Al-quran, jakarta; Amzah.2007
Nata, Abuddin,MA. Metedologi Studi Islam, jakarta; PT Remaja Grafindo Persada, 2007.



4 Opcit. Hlm. 153-154

Rabu, 28 Maret 2012

hadist maudhu`


HADIST MAUDHU

A.    PENGERTIAN HADIS MAUDHU`[1]
Apabila ditinjau secara bahasa, hadist maudhu` merupakan bentuk isim maf`ul dari              
                    Kata memiliki beberapa makna, antara lain “menggugurkan”, misalnya kalimat( Hakim mengugurkan hukman dari seseorang). Juga bermakna (meninggalkan), misalnya ungkapan (unta yang meninggalkan tempat penggembalaanya). Selain itu, juga bermakna (mengada-ngada dan membuat-buat), misalnya kalimat (Fulan membuat dan mengada-ngada kisah itu).1
Adapun pengertian hadis Maudhu` menurut istilah para Muhaddisin adalah :



Sesuatu yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW. Secara mengada-ngada dan dusta, yang tidak beliau sabdakan beliau kerjakan ataupun beliau taqrirkan2.

Dari pengertian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa hadist maudhu` adalah segala perbuatan, perkataan muapun taqrir-nya Muhammad SAW. Dalam penggunaan masyarakat Islam, hadist maudhu` disebut juga dengan hadist palsu.3
            Kata-kata yang biasa dipakai untuk hadist Maudhu`, adalah al-mukhtalaqu, al-muhtala`u, al-mashu, dan al-makdzub. Kata tersebut memiliki arti yang hampir sama. Pemakaian kata-kata tersebut adalah lebih mengokohkan (ta`kid) bahwa hadist semacam ini semata-mata dusta atas nama Rasul SAW.4



B.     SEJARAH MUNCULNYA HADIST MAUDHU`
            Masuknya secara masal penganut agama lain kedalam islam, yang merupakan akibat dari keberhasilan dakwah silamiyah ke seluruh pelosok dunia, secara tidak langsung menjadi faktor munculnya hadist-hadist palsu. Kita tidak bisa menafikan bahwa masuknya mereka ke islam, disamping ada yang benar-benar ikhlas tertarik dengan ajaran islam yang dibawa oleh para Da`I ada juga segolongan mereka menganut agama Islam hanya karena terpaksa tunduk pada kekuasaan islam pada waktu itu. Golongan ini kita kenal dengan kaum munafik.5
Da[2]tanglah waktu yang ditunggu oleh mereka, yaitu opada masa pemerintahan Sayyidina Utsman bin Affan (w. 35 H). golongan inilah yang mulai menaburkan benih-benih fitnah yang pertama.6
            Dengan bertopengkan pembelaan kepada Sayyidina Ali dan ahli ia mnejelajah ke segenap pelosok untuk menabur fitnah kepada orang ramai. Lalu, untuk mendukung propaganda tersebut, ia membuat satu hadist maudhu` (palsu) yang artinya, “ setiap Nabi itu ada penerima wasiatnya dan penerima wasiatku adalah Ali”.7
Namun penyebaran hadist Maudhu` pada masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu hadist. Bagitu jua yang dilakukan oleh Sayyidina Ali setelah ia menjadi Khalifah.8
            Walaupun begitu, tahap penyebaran hadit maudhu` pada masa ini masih lenih kecil dibandingkan dengan zaman-zaman berikutnya. Hal ini masih banyaknya tabiin yang menjaga hadist-hadist dan menjelaskan diantara lemah dan yang shahih. Dan juga karena zaman ini masih dianggap hampir sezaman dengan Nabi SAW. Dan disebut oeh Nabi sebagai dianatara sebaik-baik zaman. Pengajaran-pengajaran serta wasiat dan Nabi masih segar dikalangan mereka menyebarkan mereka dapat menganalisis kepalsuan-kepalsuan suatu hadist.16

C.    FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA HADIST MAUDHU`
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan hadis Maudhu` ini muncul, antara lain sebagai berikut :
1.      Pertentangan Politik dalam Soal Pemilihan Khlaifah
2.      Adanya Kesengajaan dari Pihak lain untuk Merusak Ajaran Islam
3.      Mempertahankan Madzhab dalam Masalah Fiqh dan Masalah Kalam
4.      Membangkitkan Gairah Beribadah untuk Mendekatkan Diri kepada Allah
5.      Menjilat para penguasa untuk Mencari Kedudukan atau hadiah

D.    HUKUM MEMBUAT DAN MERIWAYATKAN HADIST MAUDHU`
Umat Islam telah sepakat bahwa hukum membuat dan meriwayatkan hadist Maudhu` dengan sengaja adalah haram secara muthlaq, bagi mereka yang sudah mengetahui hadis itu palsu. Adapun bagi mereka yang sudah mengetahui hadis itu palsu. Adapun bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadist ini adalah palsu (menerangkan sesudah meriwayatkan atau membacakannya), tidak ada dosa atasnya.
            Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya, atau mereka mengamakannya makna hadis tersebut karena tidak tahu, tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi, sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadist yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadist palsu, hendaklah segera dia tinggalkannya, kalu tetap dia amalkan, sedangkan dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, hukumnya tidak boleh.



E.     KITAB-KITAB YANG MEMUAT HADIST MAUDHU`
Para ulama Muhaditsin, dengan menggunakan berbagai kaidah studi kritis hadist, berhasil mengumpulkan hadist-hadist maudhu` dalam ejumlah karya yang cukup banyak, diantaranya :
1.      Al-Maudhu` Al-Kubra, Karya Ibn Al-Jauzi (Ulama yang apling awal menulis dalam ilmu ini).
2.      Al-La`ali Al-Mashnu`ah fi Al-Ahadist Asy-Syani`ah Al-Maudhu`ah, karya Ibnu `Iraq Al-Kittani (ringkasan kedua kitab tersebut).
3.      Silsilah Al-Ahadist Adh-Dha`ifah, karya Al-Albani.38


  



[1]  Lihat Al-Qamus Al-Muhits.hlm.94. Juz III. Pokok kata W-DH-`A.
2Muhammad `Ajjaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadits.Terj. H.M. Qodirun dan Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama.hlm. 352
3Abdul Fatah Abu Guddah. Lamhat Min tarikh As-Sunnah wa `Ulum Al-Hadist.hlm.41

4.Utang ranuwijaya.Ilmu hadist. Jakarta:Gaya Media Pratama.1996.hlm.189
5.Muhammad Bin Muhammad Abu syabah. Al-Israiliyyat wa Al-Maudhuat fi kutub at-tafsir.hlm.20
6. Ibid
7.Ibid
8.Ibid
16.Al-Khathib,op.cit.hlm.353-354
16.Al-Khathib,op.cit.hlm.353-354
[4]

makalah tasawuf sejarah perkembangan tasawuf


SEJARAH MASUKNYA PERKEMBANGAN TASAWUF

A.    Landasan dan Motivasi Lahirnya Tasawuf
Timbulnya tasawuf dalam Islam bersamaan dengan kelahiran agama islam itu sendiri, yaitu semenjak Muhammad SAW diutus Rasulullah untuk segenap ummat manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali melakukan tahannuts dan khalwat di Gua Hira disamping untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Mekkah yang sedang mabuk memperturutkan hawa nafsu keduniaan. Juga Muhammad berusaha mencari jalan untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwa noda-noda yang menghingapi masyarakat pada waktu itu.

Tahannuts dan khalwat yang dilakukan Muhammad SAW bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh liku-liku problema hidup yang beraneka ragam ini, berusaha memperoleh petunjuk dan hidayah dari pencipta alam semesta ini, mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segala-galanya dengan baik. Dalam situasi yang sedemikianlah Muhammad Menerima wahyu dari Allah SWT yang penuh berisi ajaran-ajaran dan peraturan-peraturan sebagai pedoman untuk ummat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.

Segala pola dan tingkah laku, amal perbuatan dan sifat Muhammad sebelum diangkat menjadi menjadi Rasul meruapakan manifestasi dari kebersihan hati dan kesucian jiwanya yang sudah menjadi pembawaan sejak kecil.

Dengan turunnya wahyu yang pertama pada tanggal 17 Ramadhan atau 16 Agustus 571 M, berarti Muhammad SAW telah diangkat dan diutus menjadi Rasul untuk mengembangkan amanat Allah dan menyelamatkan ummat manusia dari lembah kejahilan dan kesesatan dalam mencapai kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Demikian juga wahyu yang diturunkan itu Rasulullah dapat membenahi masyarakat Arab Jahiliyah menjadi masyarakat yang maju sesuai dengan perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia.


Adapun tentang sumber-sumber yang menjadi landasan tasawuf Islam itu terdapat bermacam-macam pendapat. Diantaranya ada yang menyatakan bahwa sumber tasawuf islam adalah dari ajaran Islam itu sendiri. Selain itu pula ada yang berpendapat bahwa sumber tasawuf itu berasal dari persia, Hindu Nasrani dan sebagainya.
Orientalis Messignon dalam “Encyclopedie de Islam” berkata tentang sumber tasawuf bahwa :”ulama-ulama Islam masih bersimpang siur dalam memecahkan dan mencari sebab-sebab terjadinya perselisihan besar dalam bidang Aqidah islam diantara pelbagai mazhab didalam Islam, yaitu antara mazhab tasawuf dan mazhab ahli Sunnah wal-Jama`ah.” Menurut penadapat merx :”Tasawuf merupakan aliran yang datang kedalam islam yang berasal dari pendeta-pendeta Syam. Menurut Jones, tasawuf islam itu berasal dari Filsafat Neo Platonisme atau berasal dari agama Zoroaster Persia atau agama Hindu. (Qamar Kailany: 15)

Tentang tasawuf Islam itu berorientasi R.A  Nicholson menjelaskan sebagai berikut : “Menetapkan tasawuf Islam merupakan import kedalam islam, tidaklah dapat diterima, yang sebenarnya ialah kita melihat sejak lahir agama islam, bahwa bibit berfikir seperti dasar-dasar tasawuf itu ada yang telah tumbuh didalam hati setiap keluarga Jama`ah Islam yaitu sewaktu orang islam itu sedang membaca Al-Qur`an dan Hadist Nabinya.” (Qamar Kailany;15).

Dari pendapat-pendapat tersebut diatas jelas adanya perbedaan pandangan tentang sumber tasawuf Islam itu, namun demikian dapat dinyatakan bahwa para orientalisten yang kurang  jujur berpendapat bahwa tasawuf Islam itu berpendapat bahwa islam itu sendiri sudah ada benih-benih untuk tumbuh dan berkembang sesudah disemaikan didalam lubuk hati setiap muslim, karena tidak dapat dipungkiri lagi ajaran yang menyatakan bahwa : Islam itu tinggi dan tidak ada yang dapat mengatasinya,” dengan pengertian lain dapat ditegaskan bahwa kemurnian ajaran islam itu benar-benar  mengandung nilai-nilai kerohanian yang menjadi sumber akhlak bagi setiap muslim, terutama bagi para sufi yang senantiasa berusaha membersihkan hati dan mensucikan jiwa mereka dan berhias dengan perangkai terpuji serta menjauhkan diri dari perangai tercela.

Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa sumber dan landasan tasawuf islam itu sendiri, tetapi dalam perkembangan selanjutnya mendapat pengaruh dari luar islam. Dalam hal ini Qamar kailany dalam bukunya Fittashawuffiislam menjelaskan bahwa tasawuf Islam itu dalam perkembangannya ,mempunyai unsur-unsur yang  jauh. Unsur yang dekat dan unsur-unsur yang jauh. Unsur yang dekat ialah Al-Quran, Hadist, Sirah Nabi, Sirah Khulafaurrasyidin, Struktur Sosial dan Firqah-firqah sedangkan unsur jauh ialah pengaruh agama Nasrani, yahudi, budha dan Persia (Khamar Kailany: 16).

Perkembangan tasawuf dalam Islam telah mengalami beberapa fase, yaitu :
1. Pada abad pertama dan kedua hijriah, yaitu fase asketisme (zuhud). Sikap ini banyak dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Pada fase ini terdapat individu – individu dari kalangan muslim yang lebih memusatkan dirinya pada ibadah dan tidak mementingkan makanan, pakaian, maupun tempat tinggal.
2. Pada abad ketiga hijriah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal – hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku tasawuf  pun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atau ilmu akhlak keagamaan. Pada masa ini tasawuf identik dengan akhlak (berkembang ± satu abad).
3. Pada abada ketiga hijriah, muncul jenis – jenis tasawuf  lain yang lebih menonjolkan pemikiran yang eksekutif yang diwakili oleh AL-Hallaj yang kemudian dihukum mati karena menyatakan pendapatnya mengenai hulul (pada 309 H).  Boleh jadi Al-Hallaj mengalami peristiwa naas seperti ini karena paham hululnya ketika itu sangat kontraversional dengan kenyataan di masyarakat yang tengah mengandrungi tasawuf akhlaqi.
4. Pada abad kelima Hijriah, muncullah imam AL-Ghazali yang sepenuhnya menerima tasawuf berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah serta bertujuan arketisme, kehidupan sederhana, pelurusan jiwa, dan pembinaan moral.
5. Pada abad ke enam hijriah , sebagai akibat pengaruh kepribadian Al-Ghazali yang begitu besar, pengaruh tasawuf sunni semakin meluas ke seluruh pelosok dunia.
6. Pada abad ke enam Hijriah,muncul sekelompok tokoh tasawuf yang memadukan tasawuf mereka dengan filsafat, dengan teori mereka yang bersifat setengah – setengah . diantara mereka terdapat Syukhrawardi AL-Maqtul (w.549 h), syeikh Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi (w.635 h) dan sebagainya.

  
PERKEMBANGAN TASAWUF ISLAM
            Seperti yang telah disinggung dimuka, kehidupan zuhud dalam masyarakat Islam pada awalnya sejarah merupakan langkah awal atau dari kehidupan rohani yang kemudian berkembang ketahap lanjutan yang disebut tasawuf. Kehidupan zuhud merupakan ajaran Islam yang murni dan karena itu ia telah dikenal dengan beberapa nama sejak permulaan lagi, seperti (zahid), (faqir), nasik dan sebagainya. Semua istilah ini menunjukakan kepada kesalehan, ketakwaan yang sungguh-sungguh dalam berpegang kepada ajaran dan tuntunan agama dalam kehidupan dan ibadat seperti yang diajarkan dan diamalkan oleh Nabi sendiri.
Dalam permulaan Tarikh Islam, kehidupan zuhud belum lagi merupakan suatu gerakan keagamaan yang meluas, yang diamalkan oleh seluruh masyarakat islam, akan tetapi ia merupakan kegiatan dan kecendrungan pribadi, mengikuti petunjuk islam Al-Quran dan sunah Nabi. Dalam masa ini, para sahabat lebih gemar berjihad dijalan Allah dan berdakwah untuk mengajak orang memeluk agama Islam daripada kepedulian mereka  kepada   hidup zuhud dan beriktikaf dimesjid karena berjihad dalam zaman ini dipandang sebagai amalan yang paling mulia dan paling tinggi mertabatnya. Sehingga banyak umat Islam yang ingin memperoleh gelar Syahid karena gugur dalam berjihad dan berdakwah dijalan Allah.
            Dalam zaman ini, kehidupan zuhud mempunyai dua ciri yang utama :
1.      Dari segi ibadat yang tampak dalam berbagai zikir dan salat sunat
2.      Segi akhlak yang terlihat pada kesungguhan serta keikhlasan berpegang pada sikap tawakkal yang kemudian telah berkembang menjadi akhlak para sufi pada umumnya.

Pada akhir abad kedua Hijriah, kehidupan zuhud telah berkembang demikan rupa, sehingga telah beralih kepada kehidupan tasawuf  yang dengan sebab itu ilmu syariat terpecah kepada dua bagian: ilmu fikih dan Tasawuf.

Ilmu fikih membahas hukum-hukum syariat yang berkenaan dengan anggota lahir , seperti salat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.
Sedangkan ilmu tasawuf membahas rahasia syariat atau makna-makna rohani dari syariat yang berlaku pada hati sperti : Riya, Ikhlas, khusyu`, tama`, angkuh dan sebagainya. Pada zaman ini kedua macam ilmu agama ini diamalkan bersama dan dipandang sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran dan tuntutan syariat, kendati pun dari segi ilmiah dapat dibahas secara terpisah.

Dalam abad ketiga dan keempat Hijriah, ilmu tasawuf memasuki zaman kejayaan, dimana perkembangan dan kemajuan ilmu ini telah mencapai puncaknya. Dalam zaman ini kita menyaksikan banyak pemuka sufi yang muncul ditengah-tengah masyarakat Islam, sehingga ilmu tasawuf telah memainkan peranan yang khas disamping ilmu-ilmu islam lainnya. Kendati ilmu tasawuf  kemudian lahirnya dalam masayarakat Islam dibandingkan dengan ilmu tafsir dan ilmu fikih misalnya, akan tetapi peranan yang dimainkan para pemuka sufi zaman ini adalah sangat berhasil, terutama sumbangannya dalam membangkitkan kepedulian para ulama terhadap sisi kerohanian dari ajaran Syariat Islam.       

Dan berkat upaya mereka pula. Ilmu ini telah memperoleh kedudukan yang sah dan sejajar dengan ilmu-ilmu Islam lainnya. Dalam zaman ini dunia ilmu tasawuf telah mengenal pemuka-pemuka sufi yang tersohor. Antara lain:
1.      Dzun Nun al-Misri (wafat 245 H)
2.      Ma`ruf al-Kharki (wafat 200 H)
3.      Abu Sulaiman al-Darani (wafat 215 H)
4.      Al-Junaid al-Baghdadi (wafat 298 H)
5.      Sirri al-Siqti (wafat 253 H)
6.      Abu Bakar Al-Syibli (wafat 334 H)
7.      Dan lain.lain.
Dalam pengamalan dan penghayatan keagamaan, para sufi mempunyai tujuan yang diperoleh yaitu “ Keyakinan”. Martabat yakin tidak akan memperoleh tanpa ada makrifat, lebih-lebih karena martabat yakin yang ingin dicapai adalah martabat haq al-yaqin. Sebagaimana diketahui para sufi membagi martabat yakin kepada tiga bagian:

1.      Ilmu Yaqin
Yang diperoleh dengan akal fikiran
2.      Ainul yaqin
Adalah ilmu yang diperoleh dengan panca indra
3.      Haqqul yaqin
Adalah ilmu yang diperoleh dengan hati atau dzauq.
            Untuk memudahkan pemahaman diberi contoh seperti asap yang menunjukkan kepada adanya api. Selagi adanya api itu dibuktikan dengan asap maka itu disebut ilmul yaqin, dan dibuktikan dengan melihat sendiri dengan mata maka itu `ainul yaqin, sedangkan jika api itu dibuktikan adanya yang menyentuhnya, maka itu disebut haqqul yaqin. Dalam tingkat yakin yang terakhir ini, keraguan tidak ada lagi, karena mengetahui dengan yang diketahui sudah menjadi satu. Inilah tingkat yakin yang paling diinginkan oleh para sufi dari berbagai mazhab dan aliran.
            Dengan demikian hanya dengan makrifah yang bersumber dari hati, orang sufi memperoleh haqqul yaqin. Inilah sebabnya ma`ruf al-Kharki mengatakan Tasawuf adalah mengambil hakikat dan tidak mengharapkan apa yang ada ditangan manusia.” Maksudnya mengetahui hakikat Illahi melalui (kasyf=penyingkapan tabir) dan memilih hidup zuhud atau menahan diri dari apa yang dimiliki oloeh manusia.
            Sebenarnya tidak sedikit bantahan terhadap tasawuf yang datang dari kalangan para ulama ahlussunnah. Terutama setelah Tasawuf  mengalami berbagai pengaruh dari budaya asing yang kebanyakan bercanggah dengan akidah islam. Konsep al-Hulul dan ittihad yang diperkenalkan oleh Abu Mansur al-Hallaj dan dengannya dia menyatakan dirinya sebagai al-haqq telah berakhir dengan fatwa ulama yang membolehkannya dibunuh. Inilah untuk pertama kali dalam sejarah tasawuf Islam seorang sufi dihalalkan darahnya oleh para ulama karena ajarannya yang bertentangan dengan akidah agama. Demikian juga ajaran tasawuf al-Suhrawardi, pendiri mazhab isyraqiyyah yang memaklumkan dirinya sebagai seorang nabi yang menerima limpahan nur  Illahi dan berakhir dengan fatwa ulama bahwa dia adalah seorang kafir yang halal darahnya. Lalu dia digantung di Aleppo pada tahun 587 H dalam usia 38 Tahun. Demikian pula halnya dengan Ibn Sab`in yang telah mengambil jalan pintas dengan membunuh diri karena serangan para ulama yang sangat gencar terhadap ajaran tasawuf  yang diajarinya. Tidak sedikit pila para ulama yang membantah ajaran tasawuf Ibn Arabi yang mengajar paham pantheisme bahwa Tuhan dan alam merupakan suatu kesatuan yang dipisahkan. Perbedaannya hanya pada nama, sedangkan pada hakikat adalah satu.

Dengan banyaknya ajaran yang menyimpang dari syari`at, maka ilmu tasawuf pada akhirnya mengalami kemunduran yang luar biasa sehingga berakhir dengan kehilangan peranannya dalam ilmu-ilmu Islam dan telah berubah wujudnya dalam bentuk pengalaman tarikat yang tidak membawa sesuatau yang baru dalam ajaran kerohanian Islam selain dari pengagungan para guru atau mursyid serta warisan ajaran yang mereka terima.

TAHAP-TAHAP PERKEMBANAGAN TASAWUF
Secara historis tasawuf telah mengalami perkembangan melalui beberapa tahap, sejak pertumbuhan hingga keadaannya sekarang.
            Tahap pertama, tasawuf masih berupa zuhud dalam pengertian yang masih sangat sederhana. Yaitu, ketika pada abad ke-1 dan ke-2 H, sekelompok kaum Muslim memusnahkan perhatian memprioritaskan hidupnya hanya pada pelaksanaan ibadah untuk mengejar keuntungan akhirat Mereka adalah, antara lain: Al-hasan Al-Basri (w. 110 H) dan Rabi`ah Al-Adawwiyah (w.185 H) kehidupan “model” zuhud kemudian berkembang pada abad ke-3 H ketika kaum sufi mulai memperhatikan aspek-aspek teoritis psikologis dalam rangka pembentukan prilaku hingga tasawuf menjadi sebuah ilmu akhlak keagamaan. Pembahasan luas dalam bidang akhlak mendorong lahirnya pendalaman studi psikologis  dan gejala-gejala kejiwaan yang lahir selanjutnya terlibat dalam masalah-masalah ini berkaitan langsung dengan pembahasan mengenai hubungan manusia dengan Allah SWT. Sehingga lahir konsepsi-konsepsi seperti Fana`, terutama Abu Yazid Al-Busthami (w. 261 H)
            Dengan demikian, suatu ilmu khusus telah berkembang dikalangan kaum sufi, yang berbeda dengan ilmu fiqh, baik dari segi objek, metodologi, tujuan, maupun istilah-istilah keilmuan yang digunakan. Lahir pula tulisan-tulisan antara lain : Al-Risalah Al-Qusyairiyyah karya Khusairi dan `Awarif Al-Ma`arif karya Al-Suhrawardi Al-baghdadi. Tasawuf kemudian menjadi sebuah ilmu setelah sebelumnya hanya merupakan ibadah-ibadah praktis.
            Dari sisi lain, pada abad ke-3 dan ke-4 muncul tokoh-tokoh tasawuf seperti Al-Juanid dan Sari Al-Saqathi serta Al-Kharraz yang memberikan pengajaran dan pendidikan kepada para murid dalam sebuah bentuk jamaah. Untuk pertama kali dalam islam terbentuk tarekat yang kala itu merupakan semacam lembaga pendidikan yang memberikan berbagai pengajaran teori dan praktik kehidupan sufisfik, kepada para murid dan orang-orang yang berhasrat memasuki dunia tasawuf. Pada periode ini muncul pula jenis baru tasawuf yang diperkenalkan Al-Husain ibn Manshur Al-Hallaj yang dihukum mati akibat doktrin hullulnya pada 309 H.
            Pada abad ke-5 H Imam Al-Ghazali tampil menentang jenis-jenis tasawuf yang dianggapnya tidak sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah dalam sebuah upaya menegmbalikan tasawuf  kepada status semula sebagai jalan hidup zuhud, pendidikan jiwa pembentukan moral. Pemikiran-pemikiran yang diperkenalkan Al-Ghazali dalam bidang tasawuf dan makrifat sedemikian mendalam dan belum pernah dikenal sebelumya. Dia mengajukan kritik-kritik tajam terhadap berbagai aliran filsafat, pemikiran-pemikiran Mu`tazilah dan kepercayaan bathiniyah untuk menancapkan dasar-dasar yang kukuh bagi tasawuf yang lebih Moderat dan sesuai dengan garis pemikiran teologis  Ahl Al-Sunnah wal Jama`ah. Dalam orientasi umum dan rincian-rinciannya yang dikembangkannya berbeda dengan konsepsi disebut tasawuf Sunni. Al-Ghazali menegaskan dalam Al-Munqidz  min Al-Dhalal, sebagai berikut:
            Sejak tampilnya Al-Ghazali ,pengaruh tasawuf  Sunni mulai menyebar di Dunia Islam. Bahkan muncul tokoh-tokoh Sufi terkemuka yang membentuk tarekat untuk mendidik para murid, seperti Syaikh Akhmad Al-Rifa`I (w.570 H) dan Syaikh Abd. Al-Qadir Al-jailani (w. 651 H) yang sangat terpengaruh oleh garis tasawuf Al-Ghazali pilihan yang sama dilakukan generasi berikut, antara lain yang paling menonjol adalah, Syaikh Abu Al-Hasan Al-Syadzili (w.650 H) dan muridnya, Abu Al-Abbas Al-Mursi (w.686 H), serta Ibn Atha`illah Al-sakandari (w. 709 H). model tasawuf yang mereka kembangkan ini adalah kesinambungan tasawuf Al-Ghazali.
            Kenyataan bahwa konsepsi-konsepsi yang berkembang dalam tasawuf falsafi terpengaruh oleh sumber-sumber asing pada gilirannya mendorong sejumlah peneliti mengasumsikan tasawuf sebagian bersumber dari kebudayaan asing dan menutup kemungkinan bersumber pada Islam. Jadi, meski filsafat dan menciptakan istilah-istilah serta mewarnai konsepsi-konsepsinya dengan citra filsafat, pertumbuhannya tetap bersumber dari islam. Oleh karena itu, kebanyakan orientalis kemudian berubah sikap dengan tetap mengakui islam sebagai salah satu sumber tasawuf. Nicholson dan Spencer Triminham, misalnya, mengakui adanya sumber islam dalam Tasawuf. Menurut Abdul rahman badawi, hal itu disebabkan oleh asumsi-asumsi yang tidak diperkuat oleh data-data yang ada.
            Mengakui adanya sumber islam dalam tasawuf tidak lantas mengingkari pengaruh sumber-sumber asing, tetapi, yang dimaksudkan adalah meletakkan pengaruh tersebut pada proporsi yang sebenarnya dan tidak dibesar-besarkan. Adalah tidak layak apabila menetapkan sumber-sumber asing saja padahal terdapat spirit yang justru lebih dekat kepada semangat islam terutama dari prespektif Al-Quran dan Sunnah.

]
            Namun penting dicatat bahwa tasawuf telah mengalami kemunduran sejak abad
 ke-8 H karena mereka yang berkecimpungan dalam bidang tasawuf  terbatas kegiatannya pada menulis komentar atau meringkas buku-buku tasawuf yang dikarang oleh sufi terdahulu, kemudian memfokuskan perhatian pada aspek-aspek praktik ritual yang umumnya dilakukan dalam bentuk formalitas sehingga semakin jauh dari substansi. Meskipun pengikut tarekat mencatat perkembangan pesat, tidak seorangpun yang tampil sebagai tokoh klasik, baik dalam pengalaman
Penghayatan, maupun kualitas ilmu. Barangkali, adalah kebekuan pemikiran serta spiritualitas kering yang melanda Dunia Islam sejak masa-masa akhir periode Dinasti Usmaniah, yang menjadi faktor penyebabnya.
            Bagaimanapun, penyelewengan-penyelewengan yang terjadi dalam tasawuf selama masa-masa belakangan tidak berarti kelemahan ajaran tasawuf atau kesalahan metodologinya. Berangkat dari persepsi ini kiranya dapat disimpulkan bahwa tasawuf mengalami pola perkembangan alami. Dimulai dari gerakan zuhud pada masa  Rasulullah Hasan Al-Basri, Abd Al-Wahid Ibn Zaid, Ibrahim Ibn Ibn Adham, rabi`ah Al-Adawiyah kemudian Ma1ruf Al-Kahrki Al-harits Al-Muhasibi, Abu yazid Al-Busthami< Al-Junaid dan Al-Hallaj hingga abad ke-4 H.
Perlu diingat bahwa kepercayaan kaum sufi terhadap tasawuf sebagai ilmu yang mampu menelusuri1 makna tersembunyi dan rahasia serta hikmah yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Quran atau, meminjam ungkapan Al-Thusi, mencapai hakikat pemahaman Al-Quran mendorong mereka melakukan semacam otokritik terhadap yang mereka sebut sebagai sufi-sufi palsu (ad`iya al-tashawuf). Salah satu tujuan mereka menulis atau mengarang buku.